SURYA, RABU, 9 APRIL 2008
Soetanto Soepiadhy Luncurkan Buku Ke-18
Pembangkang Ngalap Berkah
“Selama saya hidup, saya akan terus memilih demokrasi,” itulah kalimat tegas dari Dr. Soetanto Soepiadhy, saat meluncurkan bukunya ke-18, berjudul Meredesain Konstitusi, Pembangkangan Seorang Anak Bangsa untuk Demokrasi, di Warung Legen, Jalan Veteran Gresik, Senin (7/4) malam.
MUSTAIN, GRESIK
DI depan puluhan undangan, di antaranya teman-teman semasa SMA, lelaki kelahiran Desa Gapuro Sukolilo, Kecamatan Gresik ini tampak berapi-api saat menyampaikan obsesinya. Ia ingin, agar Indonesia bisa menerapkan demokrasi yang partisipatif, tidak demokrasi yang sekedar representatif. “Sehingga akan melahirkan kebijakan yang populis, yang memihak rakyat,” kata Bung Tanto, panggilan akrabnya.
Selama memaparkan sekilas buku biografinya, yang disusun Fananie Anwar, seorang wartawan senior Surabaya, beberapa kali Doktor Hukum Tata Negara ini menyentil keadaan demokrasi Indonesia saat ini.
Ia juga beralasan, kenapa sampai sekarang enggan bergabung dengan partai politik. “Sebab, saya melihat belum ada partai yang benar-benar membela kepentingan rakyat,” kata Bung Tanto.
Buku itu seakan menasbihkan sosok Soetanto Soepiadhy yang menggandrungi demokrasi. Jika diminta memilih, misalnya, gaya pemerintahan otoriter Tiongkok yang berhasil mensejahterakan rakyatnya, Soetanto tetap memilih gaya demokrasi. “Selama saya hidup, saya akan terus memilih demokrasi.” Tegas Ketua Umum Lembaga X-ist (Eksponen Inginkan Semua Tertib).
Soetanto bahkan bertekad, akan menjadi bagian dari masyarakat yang akan terus mengkritisi kebijakan pemerintah. Ia sudah membuktikan, dengan menolak jabatan di Kopertis, lembaga yang menaungi perguruan tinggi swasta. “Saya ingin tetap berdiri di luar, namun tetap kritis,” tekad Bung Tanto.
Dalam buku setebal 320 halaman itu, Soetanto Soepiadhy menyatakan, perubahan konstitusi mestinya dilakukan secara menyeluruh/komprehensif (renewal), bukan perubahan parsial (amandment), sehingga perubahan konstitusi secara komprehensif, butuh Komisi Konstitusi yang bekerja secara independen, dan anggotanya ditetapkan melalui ketetapan MPR. ”Jadi perubahan UUD 1945 tidak ditangani oleh MPR,” tegasnya.
Komisi Konstitusi itu, nantinya beranggotakan pakar dari beragam ilmu, dan dalam prosesnya melibatkan partisipasi masyarakat, yang diwakili oleh unsur perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), civil society, dan organisasi profesi. “Merekalah yang akan merancang draf akademik konstitusi baru,” papar Soetanto Soepiadhy.
Keturunan Kyai Tumenggung Poesponegoro, Bupati Gresik Pertama ini mengaku, senagaja meluncurkan bukunya ke 18 ini di kota kelahirannya. Sebab di Gresik juga telah dilahirkan sejumlah ulama kondang, yaitu Kanjeng Sunan Giri dan Sunan Maulana Malik Ibrahim. “Saya ingin mendapat berkah,” tegasnya.
Selain ingin ngalap berkah dari para wali, Bung Tanto juga ingin mendapat rrestu dari para gurunya di SMAN I Gresik. Salah satu guru yang paling dihormati, KH. Mochtar Jamil.
Saking hormatnyya kepada sang ulama kondang ini, Bung Tanto sampai secara khusus memberikan bukunya tersebut.
Di mata Fananie Anwar, sang menyusun buku, sosok Soetanto Soepiadhy dikenal sebagai sosok pembangkang. Tak heran, kata-kata pembangkang juga menghiasi sub judul bukunya tersebut. “Bung Tanto tidak akan tinggal diam jika melihat ketidakadilan di sekitarnya, misalnya, upaya penggusuran para PKL,” kata Fananie Anawar. (*)